Serial Mandala Siluman Sungai Ular Pahang Fc. 1/12/2018 0 Comments New fantasy wallpapers free download - free wallpaper Bollywood and Hollywood actors wallpaper for free, Entertainment News, Latest Wallpapers. Bollywood Entertainment. Mobile phones. High quality NEW FANTASY WALLPAPERS FREE Fantasy wallpaper 3d free download-Skyrim Wallpapers 5.
Nyi Mripat Koco membaca mantera sementara Sumiati mengerang kesakitan. Kilat menyambar diiringi suara tangis bayi lahir. Disusul suara tangis bayi kedua. Nyi Mripat Koco menyerahkan bayi kedua pada Sumiati, sedangkan bayi pertama yang iblis ia ambil untuk dibuang. Wiraguna marah melarang bayinya dibuang.
Nyi Mripat Koco tidak peduli terus lari keluar. Wiraguna mengejar hendak merebut bayinya namun Nyi Mripat Koco melancarkan pukulan. Terjadi perkelahian dan Wiraguna pingsan kena pukulan dukun beranak itu.
Sementara itu, Banyu Jogo dicuci otak oleh Ni Nara Sati si Ratu Siluman Ular sehingga tidak ingat lagi asal usulnya. Bertahun-tahun ia menjadi pangeran kerajaan Siluman Ular. Sementara itu, orang tua angkatnya, Kublai dan Ni Rai menciptakan golok sakti dengan harapan dapat digunakan untuk menembus kerajaan Siluman Ular dan bisa merebut kembali Banyu Jogo. Namun saking hebatnya golok sakti itu sehingga seolah-olah berjiwa dan haus darah, Kublai dan Ni Rai malah tewas saling membunuh. Sejak itu, golok itu dikenal sebagai Golok Setan.
Mandala yang menginjak usia dewasa, lalu mengembara bersama kakeknya dan bergabung dengan kelompok pejuang penentang penjajah pimpinan Ki Umbul Sawiji yang menyamar sebagai kelompok tukang sulap. Di sana, Mandala dekat dengan Bulan, gadis cantik putri Ki Umbul Sawiji. Sementara itu, Banyu Jogo akhirnya tahu siapa dirinya, lari dari kerajaan Siluman Ular dengan bantuan kekasihnya, Lodara dan Ki Guru Loawu, guru kerajaan. Banyu Jogo ingin mencari orangtuanya, akhirnya menemui berbagai kejadian luar biasa di dunia manusia dan begitu pula dengan Mandala. Komik favorit dan punya pengaruh besar dalam kehidupan masa kecil saya adalah serial Mandala karya Mansur Daman yang berinisial Man. Saya kira, serial ini merupakan karya Man yang paling terkenal. Meski ada serial lain, seperti serial Braja, serial Mandala yang juga dikenal sebagai serial Golok Setan yang seringkali diasosiasikan dengan Man.
Bahkan banyak teman-teman saya yang menduga Mandalamerupakan alter-ego dari Mansur Daman. Inisial ‘Man’ sempat dikira sebagai kependekan dari Mandala. Dulu saya punya niat untuk menanyakan perihal ini kepada pengarangnya. Sekarang, keinginan bertanya itu muncul kembali.
Semasa SD, bisa dikatakan Mandala adalah tokoh idola utama saya dan teman-teman. Tepatnya sejak kelas tiga SD.
Waktu usia saya 9 tahun, mulai keranjingan komik dan membangun angan-angan berdasarkan komik. Bagi saya waktu itu, daya tarik Mandala, selain kesaktiannya, terletak pada karakternya yang lugas, suka menolong, konsisten, punya prinsip yang dipegang kuat-kuat tanpa harus mengabaikan prinsip-prinsip orang lain. Saya kira hingga sekarang saya masih bertahan dengan penilaian itu dan tetap menyimpan citra Mandala dalam benak untuk dijadikan rujukan saat saya membutuhkannya. Setelah belajar psikologi, saya memahami Mandala sebagai pribadi yang utuh. Secara umum ia menampilkan ciri-ciri orang introvert tetapi ia juga mampu memanfaatkan berbagai masukan dari luar dirinya. Ia belajar banyak dari orang lain dan sangat terbuka kepada petunjuk-petunjuk positif untuk mengembangkan diri. Ia mampu menggunakan pikiran dengan baik sekaligus berperasaan peka dan peduli kepada orang lain.
Ia juga intuitif sekaligus mampu menggunakan pengindraan secara optimal. Saya melihat Mandala sebagai pribadi yang dapat memahami keseluruhan dirinya, baik wilayah kesadaran maupun ketidaksadaran. Mandala menjadi model yang bisa saya rujuk ketika saya berusaha memahami manusia yang berhasil menyadari diri secara menyeluruh. Tentu saja Mandala masih menampilkan sisi manusiawinya, misalnya ketika ia tak kuasa menahan dorongan birahi setelah minum sejenis obat perangsang sampai melakukan persetubuhan dengan tokoh perempuan (saya lupa nama perempuan ini, Maya atau yang lain). Akibatnya, ia kehilangan kemampuan untuk mengosongkan tubuh dan membagi diri menjadi beberapa tampilan karena dirinya kotor oleh nafsu. Saya kira bagian itu adalah bagian yang sangat mengesankan karena sangat manusiawi.
Dorongan seksual merupakan hal yang wajar pada manusia dan pelampiasannya pun bukan hal yang perlu dirisaukan. Masa kecil Mandala adalah petualangan unik dan menakjubkan buat saya waktu itu. Sebagai anak usia 10 tahun, saya terkagum-kagum membaca kisah Mandala di negeri Siluman. Sejak dalam episode Golok Setan, Selendang Biru, Siluman Sungai Ular hingga Pedang Sutra Ungu, saya terpukau oleh ‘dunia lain’ yang bernama dunia siluman. Dunia siluman menjadi bagian dari pembicaraan saya dan teman-teman, menjadi bagian dari angan-angan kami, bagian dari rencana-rencana hidup kami. Dalam wawasan kami waktu, dunia siluman seolah-olah sungguh-sungguh ada.
Beberapa teman berkali-kali memimpikan Ratu Buaya Putih, juga dayang-dayang negeri siluman yang aduhai. Ada juga teman yang mencari-cari tahu di mana gerangan pintu masuk ke dunia siluman.
Mereka ingin bertualang ke sana. Pertarungan Mandala dan Banyu Jaga adalah adegan yang menyedihkan buat saya. Mengikuti kisah hidup mereka berdua sejak balita dalam Golok Setan, Selendang Biru dan Siluman Sungai Ular menumbuhkan kepedulian kepada kedua tokoh ini, juga kepada Bulan, saudara kembar perempuan Banyu Jaga. Ada harapan saya bahwa mereka akan jadi pendekar-pendekar pembela kebenaran. Ketika saya diyakinkan oleh Man bahwa Banyu Jaga adalah manusia yang rakus dan tak bisa diubah jadi orang baik lagi, saya mulai merasakan kesedihan.
Waktu itu, rasanya seperti kehilangan teman. Saya bersimpati kepada Mandala yang berusaha mengingatkan saudara angkatnya itu untuk membuang keserakahan dan ambisi berkuasa yang kelewat batas. Saya ikut merasakan berat dan sedihnya Mandala ketika harus bertarung dengan Banyu Jaga dan akhirnya membunuh Siluman Buaya Putih itu dengan Pedang Sutra Ungu yang sebelumnya melelehkan sepasang golok setan di tangan Banyu Jaga. Saya menyesalkan kenapa Banyu Jaga terlalu sombong.
Mengapa ia tidak berteman saja, bersaudara baik-baik dengan Mandala? Sampai sekarang saya masih merasakan kemuraman yang dimunculkan oleh adegan pertarungan yang mematikan itu. Lepas dari negeri siluman, Mandala berkelana. Ia bertemu dengan Barata (atau Batara?), seorang pendekar bertangan buntung yang ternyata punya hubungan kerabat dengan Si Siluman Sungai Ular.
Kesan saya, Barata diperlakukan sebagai bapak oleh Mandala dan Mandala diperlakukan sebagai anak oleh Barata. Mandala belajar banyak dari Barata, baik ilmu silat maupun pemahaman tentang hidup. Dalam pemahaman saya, pertemuan dengan Barata merupakan satu titik penting bagi pembentukan identitas diri Mandala secara lebih utuh. Bekal dari Barata menjadi pegangan penting buat Mandala.
Kisah-kisah petualangan Mandala dalam Bulan Kabangan, Iblis Marakhayangan, Bidadari Mata Elang, Iblis Seribu Muka, dan Titisan Dewa Petir merupakan pemantapan Mandala sebagai pendekar, dan terutama sebagai manusia. Dalam salah satu episode itu Mandala kehilangan keperjakaannya dalam persetubuhan yang tidak sepenuhnya disadari tetapi, saya kira, sepenuhnya dinikmati. Mandala juga sempat jatuh cinta dan mengalami konflik yang akhirnya diselesaikan dengan pilihan tetap jalan sendiri mengarungi kehidupan.
Selain Barata, Mandala juga banyak belajar dari Kupra alias Laot. Persahabatan Mandala dengan lelaki kurus yang punya jurus pukulan ampuh ini secara tidak langsung menjadi ajang pembelajaran bagi Mandala. Tokoh Kupra ini juga berkesan buat saya. Waktu itu, tubuhnya yang kurus mirip dengan tubuh saya yang juga kurus. Saya mendapat inspirasi dari Kupra bahwa orang kurus juga bisa jago silat. Persahabatan Mandala dan Kupra juga memberi pelajaran tentang arti sahabat dan seluk-bekuk persahabatan kepada saya waktu itu.
Bagi saya, mengenang kembali kisah Mandala seperti mengenang kembali masa kecil saya. Saya temukan bahwa beberapa prinsip yang saya pegang, bagaimana menjaga komitmen dan bagaimana belajar tentang hal baru saya peroleh dari hasil pembacaan terhadap kisah Mandala. Kisah Mandala dan pengalaman membacanya merupakan salah satu bagian indah dalam hidup saya. Sambil menulis artikel ini, rasa kangen tumbuh makin besar dan besar untuk membaca kembali serial komik itu. Saya merindukan kenikmatan membaca, merindukan kenikmatan mengikuti serpak-terjang Mandala.
Saya juga merindukan masa kecil saya.
Judul: Tumbal Penulis: MAN Percetakan:? Cetakan: Pertama, Desember 2008 Tebal: 136 Halaman Ukuran: 14,5 cm X 20,7 cm Kriteria: Cerita Silat ISBN: (10) – (13) – “Kecantikan dalam Kelembutan” MAN, siapa yang tak kenal komikus satu ini, terutama bagi pencinta komik JADUL (jaman dulu).
MAN, salah satu komikus yang begitu rajin berkarya, banyak sudah juduk-judul kisah komik telah disahasilkannya. Sebut saja, serial Braja dalam 5 judul petualangannya ( Hantu Selaksa Racun, Braja, Setan Catur, Jodoh di Grojogan Sewu, dan Rahasia Setan Catur). Dari kisah ini kembali melahirkan kisah sempalan; Dewi Lenjar dan Ratu Pantai Utara. Dan banyak lagi sudah karya-karya dihasilkan dari kepiawaian tangan seorang MAN. MAN, juga menghasilkan serial yang melambungkan namanya,mengikuti jejak pendahulunya para maestro Komik Indonesia seperti Ganes TH, Teguh Santosa, R.A Kosasih dan tentunya Jan Mintaraga. Meskipun kemudian nama MAN memang tak pernah masuk dalam daftar maestro komik Indonesia.
Namun dengan serial Mandala si Siluman Sungai Ular, nama MAN menjadi jaminan akan keindahan karyanya. Kini MAN, kembali hadir dengan kisah terbarunya dari serial Selendang Biru. TUMBAL, itu judulnya. Dari judulnya saja suduh merujuk pada hal-hal yang tak biasa, pengorbanan!
Dan dengan melihat sampul hijau, maka langsung dapat di perkirakan tumbal macam apa yang akan menjadi alur utama kisah ini. Dan ternyata benar, ketika membaca kisah ini sampai tuntas maka apa yang terlintas di pikiran terjawab juga, tumbal itu tak lain adalah para perawan.
Satu alur yang sudah umum bagi pembaca komik Indonesia jaman dulu. Sebelum kisah ini, MAN telah menghadirkan kembali kisah dari serial Mandala dalam judulnya Bunuh Mandala (2008), yang juga telah di dahului dengan ditampilkannya petualangan Mandala dalam judul Kologonggo di majalah komik Sequen, sayangnya kisah ini tak berujung bersamaan dengan mati surinya majalah tersebut (2006-2007). Namun begitu, ada yang jauh berbeda hadir dalam komik ini. Kita sebagai pembaca komik yang umum dengan tampilan blok-blok hitam-putih (untuk komik hitam putih), maka Tumbal, membawa nuansa yang berbeda, mata kita sebagai penikmat dimanjakan dengan tampilan yang begitu lembutnya. Dari halaman awal sampai akhir tampilan lembut membanjiri dan memanjakan mata kita dalam menikmatinya. Tampilan idah ini menjadikan tanda tanya besar dalam benak, teknik apa yang digunakan dalam membuat master komik ini, apakah dengan pewarnaan menggunakan cat air yang memang mempunyai karakter lembut, atau menggunakan tinta cinta yang juga sama-sama dapat menghasilkan intensitas gelap terang warna yang juga lembut.
Prediksi sementara adalah komik ini masternya menggunakan teknik warna dengan cat air. Karena warna-warna cat air jika cetak menjadi hitam putih maka nuansanya menjadi begitu lembut. Namun mungkin saja analisa ini salah, hanya MAN lah yang tahu, karena informasinya tak pernah dikabarkan. Simpulan sementara ini merujuk pada uji coba pada sampul hijau yang menjadi koleksi.
Sampul itu dipindai dengan 2 cara, pertama dengan memanfaatkan fasilitas abu-abu dan kedua dengan warna. Dan silahkan perhatikan hasil yang didapat dari ujicoba sederhana ini. Silahkan ditarik kesimpulannya sendiri-sendiri, sebelum kita tahu pasti teknik apa yang digunakan oleh MAN dalam menciptakan rentetan panel-panel indah pada komik yang berjudul Tumbal. Hal lain dalam sajiaan panel, komik Tumbal juga menampilkan adegan-adegan silat ala film-film hongkong. Hal ini terasa benar nuansanya ketika memasuki halaman 26 – 38, terus kembali terulang pada halaman 67 – 80, dan terakhir di halaman 100 – 116. Dari semua halaman ini yang paling terasa nuansa adaptasi dari film hongkong (silat klasik ala, House of Flaying Daggers, dan beberapa film sejenis) adalah ada di halaman 30 panel 4, 5; halaman 31-38 hampir di semua panel. Juga pada halaman 70 – 79 hamir di semua panel.
![Ular Ular](http://1.bp.blogspot.com/_1mberq32lQA/TQcXYpT1NVI/AAAAAAAAALw/eHKw0d2MTMI/s1600/Iblis%2BSeribu%2BMuka%2BA.jpg)
Dimana para pembokong, berpegangan pada pohon tinggi dan menyerang dengan senjata-senjata lempar, termasuk memanfaatkan ranting pohon yang diruncingkan sebagai senjata pelempar untuk menyerang sasarannya. Bedanya hanya pada film House of Flaying Daggers berada di lokasi hutan bambu dan memanfaatkan batang-batang bambu sebagai senjata lempar, dan dalam komik Tumbal ini lokasinya di hutan kayu dan menggunakan ranting-ranting kayu sebagai senjata lempar. Perhatikan gambar berikut ini, silahkan di simpulkan sendiri, apakah perkiraan pada adaptasi film hongkong benar apa salah. Simpulan lain karena dalam nuansa persilatan indonesia belum pernah terbaca pola penyerang seperti itu, baik dari kisah silat karya SH Mintardja, Widi Widayat, bahkan sampai Bastian Tito dengan Wiro Sablengnya pun tak ada yang menampilkan pola penyerang seperti itu. Dan hanya dari film-film Hongkonglah kemungkinan adaptasi itu dilakukan. Tumbal sendiri mengusung pola cerita yang biasa, tak mengejutkan sama sekali, masih mudah di tebak.
Berakhir dengan segalanya baik-baik saja. Pola cerita yang sudah umum. Namun dengan sajian gambar yang begitu indah dan lembut, seakan-akan kelemahan dari sisi cerita itu terhapuskan. MAN sepertinya belum berani dan mungkin belum menemukan pola cerita yang berbeda dari komik-komik jaman dulu, sementara perkembangan cerita jaman sekarang sudah banyak mengalami kemajuan.
Pembaca membutuhkan kejutan yang tak terbayangkan. Kisahnya sendiri berawal ketika hujan yang begitu derasnya, dan petir menciptakan keajaibannya di sekitaran puncak gunung Ciangkup. Kejadian alam itu menimbulkan jejak misteri, berupa sebongkah batu bertatahkan sebilah pedang pusaka.
Dan menurut Ki Dukun Smaramaning orang kepercayaan Dayang Ririwa, padang itu hanya bisa dimiliki dan terbebas dari tatahan batu jika dilakukan persembahan (tumbal) 7 darah perawan. Dan dari sinilah penculikan-penculikan terhadap perawan desa sekitaran terjadi, semuanya untuk memenuhi keinginan menguasai pusaka yang masih beku di batu hasil dari kejadian alam itu. Secara bersamaan Rahayu (si Selendang Biru) yang sedang bertualang bertemu dengan seorang nenek sakti yang cucunya, Indang Geulis, menjadi korban penculikan anak buah Ki Dukun Smaramaning, yang berwujud siluman (Jebul dan Jembross). Di tempat lain, kekasih Jaka Melanting, Rada Denok yang merupakan adik dari Sangkanwani, juga mengalami nasib yang sama. Rara Denok di culik dengan cara siluman Jebul berubah wujud menjadi kekasihnya, Jaka Melanting, dan menjemputnya lalu menculiknya. Kondisi ini sempat menimbulkan perselisihan antara Jaka Melanting dengan kakak Rara Denok, Sangkawani. Kondisi ini pulalah yang membawa mereka pada petualangan pencarian Rara Denok.
Dan dalam perjalanannya bertemu dengan pendekar Selendang Biru, Rahayu. Dalam kisah ini pula diceritakan secara kilas balik asal usul Dayag Ririwa, yang sempat dikaitkannya dengan pendekar masa lalu, Bayu Jaga, saudara angkat Mandala si Siluman Sungai Ular. Rupaya bagian inilah simpul pertemuan dari kisah Si Selendang Biru dengan Mandala. Cara mempertemukan dengan cerdik dua kisah besar menjadi satu alur pertalian benang merah. Selain itu, dalam kisah ini ju ga mempertemukan kepentingan dendam seorang pendekar yang bernama Si Nagu, pada Dayang Ririwa, akibat penghianatan. Jadi dengan demikian tiga kepentingan besar terjadi.
Pembebesan Pusaka ciptaan petir, pembebasa para perawan yang di culik untuk tumbal, dan pembalasan dendam, bertemu dalam satu titik pertempuran. Akhir kisah mungkin sudah dapat ditebak dengan mudah.
Namun dengan membacanya kita akan merasa terpuaskan, semua lantaran kemasan panel panel tiap halamannya di taburi ilustrasi yang indah, sejuk dan memesona mata. Kali ini, Tumbal hadir dalam dua kemasan sampul. Mereka menyebutnya sampul merah dan sampul hijau. Inilah kedua sampul itu. Entah apa tujuan dari kemasan seperti ini. Yang jelas, dari sisi pembaca dan penggemar komik, kemasan dua sampul ini sangat membingungkan rasa.
Selalu ada keinginan untuk memiliki kedua kemsan itu, namun jika kita membeli keduanya, kok ya seperti kita sudah bergelimang uang saja. Saranku dari pembaca dan penikmat komik, mohon jangan melakukannya untuk yang kedua kalinya.
Bodoh rasanya memiliki dua komik sama lantaran sampulnya berbeda. Namun kembali pada rasa si empuya, pasti semuanya memiliki alasan yang berbeda untuk itu. Aku pribadi, sih, tetap ingin memiliki kedua sampul itu, sekarang ini hanya yang bersampul Hijau yang ada dalam tumpukan koleksi yang tak seberapa itu. Adakah yang mau menghibahkan koleksi komik Tumbal yang bersampul Merah??? (memohon dengan harap-harap cemas!!! Kepada siapa, Dul!!!???) Akhirnya, hanya dengan membeli dan membacanya, salah satu cara untuk memahami kisah ini secara utuh. Sekaligus untuk memberi konstribusi bagi bangkit dan bertahanya komik Indonesia untuk dapat kembali menjadi tuan rumah di negerinya sendiri, yang telah lama di jajah dan dikuasa oleh manga.
Kalau bukan kita, siapa lagi yang mau menghargai dan mencintai karya anak bangsa. “Ayo Baca Cergam Indonesia” Salam damai, damuhbening NB: Kalau mau lihat beberapa halaman indahnya silahkan berkunjung ke tempatnya mas Kalau penasaran sama beberapa karya MAN silakan main ke tempatnya mas.